Setiap yang kita
konsumsi pasti memberikan dampak baik pada kesehatan mental dan fisik. Begitu
pula alasan mengapa Allah melarang kita konsumsi makanan haram sebagai seorang
muslim.
Sebagaimana
Allah Swt. berfirman, “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang
baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS Al-Mu'minun: 51)
Dalam ayat ini
Allah menyeru ‘Wahai para rasul’, artinya perintah ini memiliki derajat lebih
tinggi daripada ayat yang diawali dengan seruan ‘Wahai orang yang beriman’ atau
‘Wahai manusia’.
Allah
memerintahkan untuk memakan makanan yang baik disandingkan dengan perintah
mengerjakan kebajikan. Apa korelasinya makanan dan amal kebajikan? Disinilah
pentingnya kita mentadabburi Al-Qur’an, mengambil pelajaran dari setiap ayat
dalam Al-Quran. Karena sesungguhnya tidak akan pernah mampu seseorang melakukan
amal kebaikan kecuali ia memastikan bahwa setiap makanan yang masuk ke dalam
perutnya berasal dari makanan yang halal.
Daging yang
tumbuh dari sesuatu yang halal maka ia akan mudah menyambut panggilan Allah dan
rasul-Nya. Sebaliknya, daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka akan
sulit menyambut panggilan Allah dan rasul-Nya. Bisa jadi inilah salah satu
penyebab sulitnya kita melakukan ketaatan.
Baca juga: Makna Di Balik Halal Haram | YDSF
Ketika seseorang
ingin memperbaiki amal ibadahnya, hal pertama yang harus diperhatikan adalah
makanannya. Kehati-hatian dalam memilih makanan ini telah dipraktikkan oleh
orang-orang saleh terdahulu.
Kisah Abu Bakar dan Makanan Haram
Suatu hari Abu
Bakar disuguhi makanan oleh pelayannya. Makanan itu langsung ia makan tanpa
bertanya asal muasal makanan tersebut. Padahal salah satu kebiasaan Abu Bakar sebelum menyantap makanan
yang dihidangkan pelayannya, ia selalu bertanya: “Bagaimana engkau
dapatkan makanan ini? Dari siapakah engkau mendapatkannya?”
Kemudian
pelannya ini bertanya, “Wahai Abu Bakar, bukankah engkau biasanya selalu
menanyakan kepadaku asal-usul makanan itu sebelum memakannya?” Abu Bakar sadar.
Ia melewatkan sesuatu yang selama ini telah menjadi kebiasaannya. “Maafkan aku.
Tadi aku sangat lapar, jadi aku tak sempat bertanya. Sekarang ceritakanlah
kepadaku dari mana asal-usul makanan ini?” pinta Abu Bakar.
Pelayannya pun
menceritakan. “Wahai Abu Bakar. Sebelum masuk Islam, aku adalah seorang dukun
(tukang sihir). Hari ini aku bertemu orang yang dulu pernah aku beri mantra,
kemudian ia memberikan aku makanan ini,” katanya.
Betapa kagetnya
Abu Bakar mendengar cerita pelayannya itu. Menyadari ada makanan dari hasil
kesyirikan yang masuk ke tubuhnya, Abu Bakar langsung memasukkan jarinya ke
dalam mulutnya. Ia mencoba memuntahkan kembali apa yang baru disantapnya.
Baca juga: INI PENJELASAN HUKUM MAKAN KEPITING, HALALKAH? | YDSF
Saking kerasnya
usaha Abu Bakar untuk mengeluarkan makanan itu, perawi hadits ini menggambarkan
seakan-akan ruhnya juga akan keluar (mati) karena usahanya memuntahkan.
“Mengapa engkau
memuntahkan kembali makanan itu, wahai Abu Bakar? Bukankah apa yang telah
(tidak sengaja) termakan (sekali pun haram) itu telah dimaafkan Allah SWT?”
tanya si pelayan.
“Memang benar.
Tapi, aku takut karena Rasulullah SAW bersabda, “Setiap daging yang tumbuh dari
yang haram, maka tempatnya (daging itu) adalah di neraka.” (HR Muslim).
Seperti itulah
kehati-hatian umat terdahulu terhadap makanan haram. Karena mereka tahu dampak
buruk dari makanan haram akan mempengaruhi ibadah dan kedekatan dengan Allah
SWT.
Wanita salih
terdahulu selalu berpesan kepada suaminya ketika hendak berangkat bekerja,
“Wahai suamiku, kami sabar kalau kami lapar, tetapi kami tidak sabar kalau kami masuk
neraka karena makanan yang haram”.
Saat ini mari
kita perhatikan makanan kita. Pastikan apa yang kita makan sesuatu yang halal dan
didapat dari harta yang halal.
Sumber: Majalah Al Falah Edisi Januari 2022
Sedekah Mudah Klik:
Artikel Terkait:
Hukum Gadai Barang dalam Islam | YDSF TERTULIS NO PORK BUKAN JAMINAN HALAL | YDSF
Perbedaan Alkohol dan Khamr | YDSF