Berbuat baik sejatinya bukan hanya sekadar memenuhi
kewajiban untuk mendapatkan pahala, tetapi ada banyak dampak positif dari
berbuat baik terutama dari yang paling sederhana yaitu kesehatan. Seseorang
yang hendak berbuat baik, dimulai dengan menata niat dan hati agar apa yang
dilakukan dapat sejalan dengan apa yang diharapkan. Sehingga, kemanfaatan dari
berbuat baik yang diniatkan dapat sampai dengan seharusnya.
Penelitian dari Stanford University menunjukkan bahwa
tingkat keimanan berpengaruh besar terhadap kesehatan. Mereka yang religius
cenderung mengembangkan kebiasan sehat, menjaga sikap, memahami emosi, dan melakukan
kebiasaan baik lainnya yang berdampak positif bagi kesehatan.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa mereka yang memiliki
tingkat religiusitas tinggi mengalami penurunan risiko penyakit jantung koroner,
tekanan darah serta fungsi kekebalan tubuh menjadi lebih baik.
Meskipun penelitian-penelitian tentang hubungan keimanan dan tingkat kesehatan baru-baru ini ditemukan, namun bagi
umat Islam, bukanlah hal
baru. Para ulama terdahulu telah mengisyaratkan hal serupa dengan bahasa
sederhana. Bahwa yang disebut sehat sempurna adalah sehat yang memilki dua
kondisi, yakni ‘sehat wal afiat’, dua kata yang disejajarkan tak terpisah. ‘Sehat’
maknanya adalah sehat secara fisik sedangkan ‘afiat’ maknanya adalah sehat
secara rohani atau keimanannya. Ini mengindikasikan sehat fisik (jasmani) dan
sehat keimanan (rohani) merupakan bagian ajaran dari Islam.
Kesehatan secara fisik telah diajarkan berulang kali di
berbagai hadits dan Sirah Nabawi. Kita melihat bagaimana Rasulullah menyuruh
berlatih memanah dan berkuda, bahkan Rasulullah secara tegas mengingatkan kita
untuk memperhatikan kesehatan yang tertuang dalam haditsnya ‘ada dua kenikmatan
yang sering dilupakan oleh manusia, kesehatan dan waktu luang’. (HR. Bukhori).
Senada dengan kesehatan fisik, Islam juga mengajarkan untuk
menjaga kesehatan iman (kebersihan hati).
Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah di dalam tubuh ada segumpal
daging. Jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuhnya. Jika
segumpal daging itu rusak, maka akan rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah
bahwa itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan dengan sehatnya hati
inilah yang akan menyelamatkan kita di hari Kiamat (As-Syuara: 88-89).
Maka, menjadi hamba Allah yang utuh adalah berusaha
menyempurnakan kewajibannya yaitu dengan menjadi manusia yang sehat wal afiat
atau sehat secara rohani dan sehat secara jasmani.
Penuhi Hak Tubuh
Badan kita memiliki kebutuhan gizi setiap harinya. Jika gizi
tersebut tidak dicukupi, maka tubuh kita akan protes dengan mengirimkan sinyal
berupa sakit. Kesehatan pun sama seperti analogi tubuh tadi, dia punya
kebutuhan ‘gizi’ yang harus dipenuhi. Kebutuhan gizi bagi kesehatan fisik
adalah makanan sehat (QS. Al-Baqarah: 168), istirahat cukup (QS. Al-Furqon:
47), dan olah raga teratur (HR. An-Nasai). Kebutuhan gizi untuk psikis adalah
menahan amarah (QS. Al-Imron: 134), berbaik sangka (QS. Al-Hujurat: 12). Lalu
asupan gizi untuk kebutuhan spiritual adalah melakukan kewajiban (QS. Al-Fatihah:
5), keyakinan dan ketergantungan kepada Tuhan (QS. Al- Fatihah: 5), menerima
dan berterima kasih atas semua takdir yang telah terjadi (QS. Al-Baqarah: 155).
Sedangkan untuk kebutuhan gizi bagi sosial adalah berempati (QS. An-Nisa: 8), menolong
orang lain (QS. Al-Maidah: 2).
Baca juga: 4 Perkara yang Merusak Iman | YDSF
Jika salah satu dari elemen tersebut tidak kita lakukan,
mengakibatkan ketidakseimbangan. Misalnya, bagi fisik, jika tidak makan makanan
sehat, pasti kesehatan fisik terganggu. Bagi kesehatan psikis, jika tidak dapat
menahan emosi, maka bisa dipastikan kesehatan psikis Anda terganggu. Dan
begitupun kesehatan-kesehatan lainnya.
Prof. Steven Cole dan Prof. Barbara L. Fredickson dari University
of North Carolina, selama 10 tahun meneliti gen manusia. Ditemukan bahwa
berbuat baik kepada orang lain memberikan efek bahagia kepada diri sendiri,
mengubah respon genome dan menaikkan sistem imun. Bisa dipahami bila keshalihan sosial memberikan efek
postif bagi kesehatan lahir.
Bukan hanya urusan fisik, Al-Qur’an juga menyebutkan bahwa
berbuat baik dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan batin. Dalam Surat
Muhammad ayat 7 disebutkan, menolong orang akan membuat seseorang mengalami
ketenangan batin karena dia yakin pertolongan Allah akan datang kepadanya. Sehingga
tiada kekhawatiran dalam menjalani kehidupan.
Seekor monyet yang sedang memegang pisang dengan tangan
kirinya, tetap akan merampas pisang yang dimiliki oleh temannya dengan tangan
kanannya. Bahkan ketika kedua tangannya sudah penuh dengan pisang sekalipun,
maka dia akan merampas pisang milik temannya dengan mulut dan kakinya agar memiliki
semua pisang yang dilihatnya. Itulah keadaan monyet yang tidak merasa cukup
dengan yang dimiliki.
Manusia memang bukan monyet dan bukanlah keturunan monyet,
namun perilaku merebut pisang tadi juga dimiliki oleh sebagian manusia. Ketika
memiliki kelebihan harta, tak jarang tetap merasa kurang sehingga melakukan
segala daya upaya demi memenuhi hasratnya menguasai dunia. Tak jarang juga demi
menambahkan kekayaan, mereka melakukan apa yang diharamkan Allah. Sebab, mereka
tidak bersyukur atas yang dimiliki, sehingga menjadi tamak.
3 Cara Menghindari Tamak
1. Merasa cukup dengan “satu hal” yang diberikan Allah
Untuk bertahan hidup, tak perlu memiliki ratusan bahkan
ribuan hal pokok. Cukup Allah memberikan yang satu saja, Anda masih bisa hidup.
Merasalah cukup dengan yang satu, agar tidak tamak dengan merebut satu nya
orang lain.
2. Selalu ingat Allah dan yakinlah Allah tak pernah salah memberi
Apa yang memang ditakdirkan untuk kita, akan tetap menjadi
milik kita meskipun jauh. Ketenangan didapatkan ketika kita ingat Allah dan
yakin bahwa Allah tak salah mengambil keputusan. (QS. Ar-Ra’du: 28).
3. Hitung nikmat terkecil, dan bersykur dengan cara yang besar
Motor tak bisa berjalan tanpa busi. Meski berukuran kecil,
tapi manfaat busi besar. Keberadaan busi kecil itu harus diperhatikan, karena
kontribusinya besar. Begitu banyak ‘busi-busi’ dalam kehidupan yang tidak
diperhatikan dan terlupa disyukuri, bahkan disepelekan. Padahal “busi-busi”
kecil seperti itulah yang membentuk kehidupan besar kita. Kita bisa hidup ya
karena susunan-susunan nikmat busi kecil yang Allah berikan setiap saat.
Semoga kita tidak menjadi orang yang tamak dengan lupa
bersyukur. Mari menghitung nikmat terkecil lalu mensyukurinya dengan cara yang besar. “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim: 7).
Sumber Rubrik Ruang Utama Majalah Al
Falah Edisi Januari 2023
Artiket Terkait
Menjaga Agama, Melindungi Manusia | Dharuriyah Al-Khams (5 Perkara Asasi) | YDSF
PERBEDAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SEDEKAH | YDSF
Akhlaq Baik, Cerminan Hati Bersih
ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF
Doa Agar Terhindar Dari Sifat Lemah dan Malas | YDSF
PERBANYAK SEDEKAH SAAT RAMADHAN | YDSF
Mudah Tunaikan Zakat