Salah satu kebutuhan masyarakat adalah jasa penyedia penginapan atau hotel, rumah makan atau restoran. Kebutuhan ini meningkat seiring dengan peningkatan mobilitas warga. Saat bepergian, jarang membawa makanan. Untuk memenuhi kebutuhan makan, cukup membeli di rumah makan, warung, kedai, atau restoran. Demikian pula untuk menginap.
Persoalan yang patut menjadi perhatian kaum muslimin adalah ketersediaan makanan yang dijamin kehalalannya. Karena ketika menginap, biasanya termasuk penyediaan makanan. Demikian pula saat membeli makanan, perhatikan kehalalannya.
Memang, mengkonsumsi makanan mubah, dalam arti memilih untuk mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsinya yang mubah hukumnya. Namun, ketika hendak mengkonsumsi, wajib hukumnya memilih yang halal. Maka Sabda Nabi Muhammad Saw:
طَلَبُ اْلحَلَالِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Mencari yang halal adalah wajib bagi setiap muslim. (HR. al-Thabarani)
Saat ini, persoalan halal haram tidaklah sederhana seperti jaman lampu ketika manusia memenuhi kebutuhan makan dan minumnya langsung mengambil dari alam. Yang halal jelas, demikian pula yang haram. Saat ini berbagai produk olahan baik yang sudah jadi maupun yang setengah, yang mengolah belum tentu berkomitmen mengolah yang sudah jelas halalnya. Muncullah peluang tercampur antara yang halal dengan yang haram atau najis. Fenomena masakan campur menjadi persoalan tersendiri saat makan di rumah makan atau hotel-hotel.
Masakan campur ada dua kemungkinan. Pertama, memang benar-benar dimasak secara bersama-sama antara bahan halal dengan bahan yang diharamkan. Kedua, bisa jadi dimasak tidak bersama-sama, namun diproses dengan menggunakan peralatan yang sama antara yang halal dan yang haram serta yang suci dengan yang najis. Khususnya yang mengandung bahan dari babi tanpa proses pencucian yang memenuhi syarat.
Misalnya saja ada rumah makan atau hotel yang menyediakan beef steak (berbahan daging sapi), tetapi juga menyediakan bacon steak (dibuat dari daging babi). Cara memasak beef steak dan bacon steak biasanya memang tidak menjadi satu. Namun demikian, sangat mungkin peralatan yang digunakan memasak bisa bergantian, sementara proses pencuciannya tidak memenuhi kriteria pencucian najis secara benar.
Ada juga penjual roti yang menyediakan menu berbagai jenis roti. Yang jadi masalah ada jenis roti ham burger (terbuat dari daging babi). Demikian pula ada produsen bakpao yang menyediakan berbagai jenis bakpao seperti rasa coklat, rasa kacang hijau, rasa keju, daging ayam, daging sapi, tetapi juga menyediakan bakpao babi. Semuanya diproses dengan peralatan yang sama.
Ada pula restoran yang menyediakan sate kambing, sate ayam, sate daging sapi, tapi menyedikan pula sate babi. Diproses dengan menggunakan pemanggang yang sama. Ada rumah makan yang menyediakan mie yang dimasak dengan menambahkan lard (lemak babi), menyediakan masakan baikut (babi), atau swike (katak). Ada pula warung yang menyediakan menu RW (daging anjing).
Semuanya perlu menjadi perhatian. Penggunaan peralatan yang sama jelas merupakan masalah, karena babi di samping haram juga termasuk najis berat. Maka kuncinya adalah konsumen. Sebelum memilih cermati dulu daftar menu. Demikian pula di toko roti atau bakpao, jika menyediakan juga jenis-jenis masakan, menu, atau produk haram seperti bacon, ham, lard, baikut/bakut, swike, atau menyebut identitas babi, perlu diwaspadai. Sikap ini merupakan manifestasi dari sikap berhati-hati dari yang syubhat sesuai dengan prinsip yang disampaikan Nabi Muhammad Saw:
فَمَن اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
Barang siapa menjaga dirinya dari perkara syubhat, maka selamatlah agama dan harga dirinya, Maka barang siapa terjerumus kepada perkara syubhat, ia terjerumus kepada yang haram....” (HR Muslim, No. 2996).
Sumber Majalah Al Falah Edisi September 2019
Baca juga:
HALALKAH MAKANAN YANG MENGANDUNG RUM ATAU ESSENCE RUM? | YDSF
Sejarah Sertifikasi Halal di Indonesia | YDSF
YDSF SALURKAN BANTUAN UNTUK KORBAN BANJIR JABODETABEK
Kupas Tuntas Perbedaan Madzab Dalam Shalat
INI PENJELASAN HUKUM MAKAN KEPITING, HALALKAH? | YDSF