Belajar Dari Papua

Belajar Dari Papua

21 Desember 2016

Luasnya kepulauan di Indonesia memiliki dampak baik dan buruk bagi masyarakat, terutama di bidang dakwah. Tidak memungkiri bahwa dakwah belum sampai menyentuh masyarakat pelosok yang masih menganut kesukuan yang kental. Di papua sendiri, dakwah belum menyentuk bagian pelosok desa. Karena itu, percepatan dakwah di Indonesia bagian timur segera didorong. Sebagai salah lembaga amil zakat nasional, YDSF ikut berkiprah dalam mendorong percepatan dakwah di bagian timur. YDSF bekerja sama dengan Yayasan Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN) dalam memperkuat gerakan dakwah. Selama tiga hari (21-23 Desember 2016), YDSF menggelar Pelatihan Smart Teaching bagi para guru dan calon guru kader AFKN. YDSF menggandeng Kualita Pendidikan Indonesia (KPI) sebagai tim instruktur pelatihan ini. 50 orang ikut sebagai peserta kali ini. 

AFKN adalah lembaga sosial yang khusus menampung dan mendidik para muallaf, dhuafa dan anak yatim yang berasal dari berbagai daerah di Papua. Lembaga yang mengelola pondok pesantren di Bekasi ini didirikan Fadzlan Rabbani Garamatan pada 1999. “Para guru dan calon guru ini akan kembali ke daerahnya masing-masing di Irian untuk menjadi guru dan dai." Tutur Fadzlan. Sebagai pendakwah tentu dituntut untuk siap diseagala kondisi masyarakat, terutama dakwah di desa pedalaman yang tidak tersrentuh modernisasi. "Mereka harus berdakwah melalui pendidikan ke daerah pedalaman. Karena saat ini masih banyak guru di Irian itu yang hanya datang ke sekolah sekali dalam sebulan" tegas Fadzlan. “Saya berterima kasih kepada YDSF atas kerja sama ini. Alhamdulillah saya bersyukur atas kemitraan ini,” imbuhnya.

Direktur YDSF menyatakan bahwa ini merupakan bagian dari amanah para donatur. “Jika bicara pembangunan umat, maka itulah jalur pendidikan. Maka YDSF ikut berperan dalam membangun pendidikan di Indonesia bagian timur ini. Ini akan membawa berkah bagi donatur dan YDSF serta berdampak panjang bagi saudara kita di Irian,” jelasnya.

Dalam sesi pertama, Misbahul Munir, salah satu intruktur, mengajak peserta agar menata niat sebagai guru. “Setelah menata niat, para guru harus mengenal siswa secara mendalam. Mulai dari nama murid, hobi, kelemahan, kekuatan dan bahkan kondisi keluarga mereka masing-masing. Bagaimana bisa mengembangkan potensi siswa jika tidak mengenal mereka? Ketika saya jadi wakil kepala sekolah dulu, saya sampai hafal nama 115 siswa saat itu,” papar Misbah.

Tags:

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: