Belajar dari Amu al-Huzni, Tahun Kesedihan Rasulullah saw. | YDSF

Belajar dari Amu al-Huzni, Tahun Kesedihan Rasulullah saw. | YDSF

3 Januari 2023

Tahun sepuluh kenabian (619 M) adalah momen pilu Rasulullah saw. yang dalam istilah ahli sirah disebut dengan “Amu al-Huzni” (Tahun Kesedihan). Pada tahun ini, Nabi kehilangan istri tercintanya: Khadijah binti Khuwailid. Kemudian, pascasatu bulan lebih lima hari, disusul wafatnya paman tersayang, Abu Thalib.

Martin Lings atau Abu Bakar Sirajuddin (2015: 176) menggambarkan figur Khadijah sebagai seorang istri sekaligus sahabat, penasihat, dan ibu bagi anak-anaknya. Ibnu Hisyam dalam “al-Sīrah al-Nabawiyah” (1955: I/416) menggambarkan sosok Abu Thalib sebagai penyokong atau penopang dakwah serta menjadi benteng dari gangguan kaumnya. Siapapun orangnya, jika ditinggal orang tercinta, pasti akan berduka cita. Demikian juga dengan Rasulullah saw.

Peristiwa memilukan itu dinamakan sebagai tahun kesedihan atau duka cita bukan semata karena wafatnya dua orang tercinta Nabi. Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan Būthi dalam “Fiqh al-Sīrah al-Nabawiyah ma’a Mūjaz li-Tārīkh al-Khilāfah al-Rāsyidah” (1426: 97) menyebutkan alasan penamaannya.

Sepeninggal pamannya banyak sekali pintu dakwah yang tertutup sehingga misi nabi dalam menyebarkan dakwah kian terhambat. Itulah sebenarnya kesedihan yang mendominasi sanubarinya. Terlebih, yang sangat menyedihkan, paman yang selama ini berkontribusi besar dalam dakwah, ternyata meninggal dalam kondisi kekufuran.

Kematian kedua orang penting tersebut pada faktanya memang membuat rintangan dakwah semakin berat. Di sisi lain, orang kafir Qurays merasa di atas angin dan dengan leluasa mengintimidasi dan semakin bertindak sewenang-wenang kepada Rasulullah saw. beserta para sahabatnya. Sampai-sampai Nabi pernah berujar bahwa gangguan yang ditimpakan kepada beliau oleh orang kafir Qurays jauh lebih parah dan berlipat ganda sejak wafatnya Abu Thalib.

Pada saat-saat sulit itu, beliau pernah dilempar pasir, dicaci maki, dilempar kotoran hewan saat shalat dan berbagai perlakuan buruk lainnya. Apalagi sahabat-sahabat lain yang lemah dan tidak memiliki akar kekeluargaan kuat yang bisa melindungi mereka.

Apakah beliau surut semangatnya dengan ujian bertubi-tubi itu? Tidak! Duka cita itu tak membuatnya kehilangan semangat dan akal sehat. Nabi bersama para sahabatnya menghadapinya dengan penuh ketabahan dan kesabaran yang luar biasa.

Bukankah dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Allah bersama orang-orang yang sabar? (QS. Al-Baqarah [2]: 153) Dengan ketabahan dan kesabaran pula kemenangan besar bisa diraih. Jalut yang raksasa misalnya, bisa dikalahkan oleh tentara Thalut dan Daud. Itu tidak lain –setelah karunia Allah—adalah berkat kesabaran dan keteguhan mereka dalam menghadapi ujian meskipun secara nominal jumlah mereka terbilang kecil (QS. Al-Baqarah [2]: 249). Pada kondisi pelik ini nilai kesabaran sangat ditanamkan dan ditekankan oleh Rasulullah saw. kepada para sahabatnya.

Selain itu, tahun duka cita ini juga memberikan ruang kepada Nabi dan para sahabatnya untuk menginsafi bahwa satu-satunya harapan yang bisa diandalkan hanya Allah sebagai Tuhan Yang Maha Penolong dan Maha Memberi Kemudahan. Karenanya, bergantunglah kepada-Nya, jangan sekali-kali bergantung kepada manusia.

Baca juga: POLA PENDIDIKAN NAJMUDDIN AYYUB, AYAH SANG KSATRIA SHALAHUDDIN AL-AYYUBI | YDSF

Coba bayangkan –meminjam analogi Syekh Būthi-- jika Khadijah dan Abu Thalib ditakdirkan tetap hidup hingga kejayaan dakwah Islam di Madinah, niscaya akan ada yang bersepekulasi bahwa keberhasilan dakwah beliau tak lepas dari tangan dingin dan kepiawaian sang paman dalam melindunginya serta ketangguhan sang isteri sebagai sandaran psikisnya. Dengan wafatnya mereka berdua, syubhat (kecurigaan atau keraguan) ini hilang seketika.

Oleh karena itu, ketika dakwah di Makkah sudah mulai sempit bahkan buntu, beliau mencari alternatif baru yang bisa memberi ruang gerak yang lebih leluasa bagi keberlangsungan dakwah. Dipilihlah Tha’if sebagai lahan dakwah baru. Dengan hati mantap dan keyakinan kuat, akhirnya bersama Zaid bin Haritsah –anak angkatnya-- beliau berdakwah ke sana.

Betapa pun usaha dan upaya sudah dikerahkan, namun harapan memang tak selalu sesuai kenyataan. Beliau bukan hanya ditolak, tapi dilempari batu. Lagi-lagi, bersamaan dengan derasnya cobaan dan ujian, beliau bisa mengontrol kesedihan. Beliau sangat yakin bahwa bersama kesulitan, pasti Allah menyediakan kemudahan (QS. Asy-Syarh [94]: 5-6”).

Ada istilah menarik dalam bahasa Arab yang menggambarkan kondisi ini: “Innal-minhata ba’dalmihnah.” Maksudnya, karunia Allah itu diberikan setelah sukses dalam menjalani berbagai ujian dan cobaan. Orang tidak akan selamanya susah, pasti ada masa di mana dia bahagia. Buktinya, setelah ditolak di Tha`if, di daerah bernama Nikhlah ada kaum jin yang menerima dakwah Nabi. Lebih dari itu, Nabi dihibur dengan perjalanan isrā dan mi’rāj yang membuat kesedihan, kesulitan, duka lara seakan hilang seketika.

Apa yang dialami Nabi pada tahun kesedihan (Āmu al-Huzni) paling tidak memberikan banyak pelajaran penting dan mengesankan. Pertama, bergantunglah hanya kepada Allah, bukan kepada manusia karena Allah adalah sebaik-baik penolong. Kedua, sabar dan tabah adalah sebaik-baik cara untuk mengatasi ujian dan cobaan.

Ketiga, sesulit apapun, jangan sampai kehilangan harapan kepada Allah. Keempat, sedih ketika kehilangan orang tersayang adalah wajar, namun kesedihan sejati adalah ketika kepentingan dakwah kepada Allah itu dihambat. Kelima, bersama kesulitan pasti tersedia kemudahan. Karenanya, tidak perlu berputus asa dengan keadaan, sesulit apapun itu.

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Desember 2018

 

Raih Jariyah dengan Wakaf:


Artikel Terkait:

Itaewon, Masjid Pertama di Korea Selatan | YDSF
KONSULTASI ZAKAT DARI TABUNGAN GAJI DI BANK | YDSF
Belajar Sabar dari Kisah Nabi Ayyub as. | YDSF
ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF
Perbedaan Shalat Tahajud dan Shalat Lail | YDSF
HUKUM LELANG DAN JUAL BELI WAKAF DALAM ISLAM | YDSF
Wakaf Terbaik untuk Orang Tua Tercinta | YDSF

 

Husnul Khotimah dengan Jariyah:



Tags: amu al huzni, tahun kesedihan rasulullah, ydsf, Amu al-Huzni

Share:


Baca Juga

Sedekah di YDSF lebih mudah, melalui: