Umat muslim memang berbeda. Setiap orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat harus siap menghadapi ujian dan cobaan. Pengakuan keimanan ini harus dibuktikan dalam bentuk sikap dan tindakan ketika menghadapi ujian dan cobaan.
Ujian dan cobaan merupakan ketentuan Allah yang pasti menimpa setiap muslim, sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Ankabut ayat 2-3:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Ayat ini memberitakan bahwa ujian keimanan itu tidak hanya diberikan kepada umat saat ini, namun juga umatumat terdahulu. Oleh karena itu, ujian keimanan merupakan sunnatul-Lâh yang berlaku di setiap masa. Semua ujian itu berfungsi untuk membuktikan kebenaran iman seseorang
“....Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Lantas bagaimana seharusnya sikap seorang muslim menghadapi musibah?
1. Sabar dan Mengucapkan Istirja’
Ketika menghadapi musibah sikap pertama yang harus dilakukan orang beriman adalah bersabar dan membaca istirja’. Sebagaimana diperintahkan Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 155—156:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.”
Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirja’ (pernyataan kembali kepada Allah). Disunahkan menyebutnya ketika ditimpa musibah baik besar maupun kecil.
Allah telah menjanjikan pahala yang tiada batasnya bagi orang yang mampu bersabar. “...Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS Az-Zumar 10)
2. Meyakini Bahwa Tidak Ada Ujian yang Melebihi
Kemampuan Hamba-Nya Allah telah menegaskan bahwa Ia tidak akan memberikan cobaan belebihi batas kemampuan Hamba-Nya. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS Al-Baqarah: 286).
Dalam ayat lain juga disebutkan bahwa:
“Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS Ath-Thalaq: 7)
Jika kita mampu meyakini firman Allah ini, maka semua musibah akan terasa ringan. Allah memberikan musibah, berarti kita mampu menanggungnya. Rasulullah pernah ditanya tentang manusia yang paling berat cobaannya. Jawaban beliau diabadikan dalam sebuah hadits:
“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian berikutnya dan berikutnya. Seseorang dicoba sesuai dengan (kadar) agamanya. Ketika dia tetap tegar, maka ditingkatkan cobaannya.” (HR al-Tirmidzi).
3. Muhassabah/Instropeksi diri
Langkah selanjutnya yang dilakukan ketika menghadapi musibah adalah instropeksi diri. Karena musibah yang dialami seseorang adalah karena kesalahan sendiri. Allah berfirman dalam Surat Asy-Syura ayat 30:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
Semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Andaikan Allah membelas semua kesalahan manusia secara langsung, maka tidak akan ada manusia yang tersisa di dunia. Beruntungnya, Allah Yang Maha Pengampun menangguhkan sebagian dosadosa kita. Hanya sebagian dosa kita yang dibalas oleh Allah.
Allah masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bertaubat, kembali kepada-Nya. Maka nikmat mana lagi yang engkau dustakan?
4. Senantiasa Khusnudhon
Jika hal yang menimpa diri kita berupa musibah kesusahan yang akhirnya akan menggoreskan kekecewaan dalam diri, maka sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk bersabar dan berkhusnudhon kepada Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,
“Sungguh mengagumkan urusannya orang mukmin itu, semua urusannya menjadi kebaikan untuknya, dan tidak didapati yang demikian itu kecuali pada orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka yang demikian itu menjadi kebaikan baginya. Dan apabila dia ditimpa kesusahan ia bershabar, maka yang demikian itu pun menjadi kebaikan baginya.” [HR. Muslim].
Musibah yang menimpa seorang mukmin adalah sarana Allah mengampuni dosa hamba-Nya. Telah banyak dalil yang menunjukkan bahwa salah satu hikmah musibah adalah menggugurkan dosa dan meningkatkan derajat.
Allah pasti akan membalas semua musibah yang menimpa seorang muslim. Bukan hanya musibah yang berupa bencana dan penyakit yang berat, bahkan kaki yang tertusuk duri pun akan dibalas dengan kebaikan.
Rasulullah bersabda:
“Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari).
Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata: “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini”.
Sumber: Majalah Al Falah Edisi Desember 2018
Baca juga:
TIPS MENJADI MUSLIM BERKUALITAS | YDSF
Kehidupan Ali bin Abi Thalib bersama Rasulullah | YDSF
Kisah Kaum Terdahulu yang Dibinasakan Allah | YDSF
Menjadi Hamba yang Pandai Bersyukur | YDSF
Keajaiban Sedekah Rutin di YDSF
Berdonasi Kemanusiaan bersama YDSF
WAKTU TERBAIK TERKABULNYA DOA | YDSF