Saat anak memiliki kebiasaan yang cukup aneh, seperti suka
mengambil uang orang tua, saudara, atau yang ia kenal, maka perlu kita ketahui
dulu penyebabnya. Kita tidak bisa langsung menghakimi anak begitu saja. Karena,
justru itu akan menimbulkan masalah baru.
Bahasan tentang mendidik anak dalam Islam menjadi hal yang
sangat penting. Orang tua tidak hanya sedang mengajarkan hal baru, namun juga
sedang mempersiapkan generasi penerus. Yang kelak, diharapkan dapat menjadi
generasi berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
Namun, dalam kondisi tertentu, anak dapat melakukan hal-hal
yang uni demi mendapatkan perhatian dari orang-orang yang ada di sekitarnya.
Terutama, orang tua dan keluarga. Salah satunya adalah kebiasaan mengambil uang
milik orang tua ada saudaranya.
Tentu, kondisi ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Harus
ada analisa terlebih dahulu terhadap perilaku anak agar orang tua dapat
memberikan treatment yang tepat.
Hukum Anak Mengambil Uang Orang Tua
Ustadz Zainuddin, Lc. M.A., Dewan Syariah YDSF, berpendapat
bahwa ketika anak memiliki kebiasaan suka mengambil uang orang tua, sebaiknya yang
perlu diwaspadai justru untuk apa anak suka mengambil uang? Jika untuk
kebutuhan primernya, maka orang tua perlu ekstra perhatian, harus sering
komunikasi kebutuhan apa yang selayaknya dipenuhi oleh orang tua.
Mungkin anak memiliki ide cemerlang, namun jika minta izin
untuk pembiayaan orang tua kurang responsif sehingga anak mengambil jalur
pintas untuk mendapatkan pembiayaan idenya. Harus tetap husnudzan (baik sangka)
sehingga anak tidak kehilangan kepercayaan diri, harus terus dipacu dan
didukung daya kreatifitasnya untuk dapat menggapai cita-cita luhurnya.
Baca juga: MENDIDIK ANAK KOMUNIKATIF DENGAN ORANG TUA | YDSF
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Hindun bintu
Uthbah r.a., istri Abu Sufyan yang melaporkan kepada Rasulullah saw., “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan orang yang pelit, tidak memberikan nafkah
yang cukup untukku dan untuk anakku. Kecuali jika aku mengambil hartanya, tanpa
sepengetahuannya. Apakah saya berdosa melakukan hal itu?”
Lalu Rasulullah saw. bersabda, ”Ambillah hartanya secara
wajar, yang mencukupi kebutuhanmu dan mencukupi kebutuhan anakmu.” (Muttafaq ’alaihi).
Namun jika diperuntukkan sebaliknya, itulah psikologi anak.
Ingin menunjukkan jati dirinya di hadapan teman-temannya. Maklum masih dalam
masa puber. Maka perlu diajak ke ahli psikologi untuk mendapatkan solosinya.
Dalam pandangan agama, apapun kesalahan yang dilakukan dia
tetap anak kandung, tidak ada kamus mantan anak. Dilahirkan dalam kondisi
fitrah. Orang tua yang memalingkannya menjadi Yahudi. Keyword-nya, sering hak-hak anak terlantarkan. Mohon maaf kadang
janin diberi konsumsi makanan yang subhat, belum diaqiqahi, asi ibu tidak
sampai batas kecukupan dan sebagainya. Jika hal itu terjadi, maka supaya
bertobat, memohon ampunan, dan berdoa agar anak segera kembali kepada fitrahnya.
Oleh karena itu, maka perlu dicari tahu terlebih dahulu
alasan dari perilaku anak hingga dapat melakukan hal demikian. Bukan melakukan judgement yang membuat anak menjadi
tidak nyaman dan justru “lari” dari orang tua atau keluarga.
Disadur dari Majalah
Al Falah Edisi September 2019
Featured Image by Pexels.
Sedekah Atas Nama Orang Tua:
Artikel Terkait:
TIPS MENUMBUHKAN TANGGUNG JAWAB ANAK | YDSF
Membuat Nafkah Menjadi Berkah | YDSF
Hukum Arisan Dalam Islam | YDSF
DAMPAK NEGATIF SOSIAL MEDIA PADA ANAK | YDSF