Abdullah bin Umar
bin Khattab, merupakan putra dari khalifah kedua, Umar bin Khattab. Meski merupakan
putra dari salah satu Khulafaur Rasyidin, tidak membuat Abdullah bin Umar gila
jabatan dan menghalalkan segala cara bahkan kekerasan untuk bisa menduduki
suatu posisi.
Pria yang telah
masuk Islam sejak kecil bersama ayahnya ini juga populer dengan panggilan Ibnu
Umar. Selain itu, dirinya juga termasuk dalam orang-orang yang ikut hijrah
Rasulullah saw. ke Madinah. Bahkan, ia dimasukkan dalam urutan kedua setelah Abu
Hurairah sebagai periwayat hadits terbanyak.
Ibnu Umar sangat bergairah
saat setiap kali kumandang jihad memanggilnya. Namun tak disangka ia bahkan
anti kekerasan, terlebih jika yang bertikai adalah kaum sesama muslim. Meski
berkali-kali ia mendapat tawaran untuk menjadi seorang khalifah, ia selalu
menolaknya.
Dalam sebuah
riwayat yang ditulis oleh Hasan r.a., tatkala Utsman Bin Affan terbunuh.
Sekelompok umat Islam memaksanya menjadi khalifah. Mereka berteriak di depan
rumah Ibnu Umar, mengatakan akan meminta orang-orang untuk berbai’at kepadanya,
jika ia mau menjadi khalifah hingga mengancam akan membunuhnya di tempat tidurnya
sendiri.
Namun tetap saja
ditolak, hingga massa bubar dengan sendirinya. Karena bagi Ibnu Umar, ia tidak
mau ada pertumpahan darah karena dirinya. Sampai kesekian kali tawaran untuknya
menjadi seorang khalifah, Ibnu Umar mengajukan syarat, yakni asal ia dipilih
oleh seluruh kaum muslimin tanpa paksaan. Jika bai’at dipaksakan sebagian orang
atas, sebagian lainnya di bawah ancaman pedang, ia akan menolak jabatan
khalifah dengan cara semacam ini.
Karena seandainya
Umar tak menolak, maka tak seorangpun akan menentang kepemimpinannya. Tentu Umar
heran, padahal ia tak pernah menumpahkan darah mereka atau berpisah dengan jama’ah
mereka, dan ia tak suka jika dalam hal ini seorang mengatakan setuju sedang yang
lain tidak.
Baca juga: KISAH QARUN DALAM AL-QUR’AN, ORANG KAYA BINASA TAK MAU ZAKAT | YDSF
Lagi-lagi, Ibnu
Umar menghindari posisi pemimpin tertinggi umat Islam ini. Di usia yg telah
lanjut pun masih ada harapan orang untuk dipimpinnya. Ketika Mu’awiyah II, putra
Yazid yang beberapa kali menduduki jabatan khalifah, dengan Marwan menemui Ibnu
Umar, bersedia berbai’at kepadanya untuk menjadi khalifah mereka.
Dan cara apapun
akan dilakuan, agar semua orang mau berbai’at kepadanya. Namun tidak semerta
merta Ibnu Umar menerima, ia menanyakan bagaimana dengan sebagian orang yg lain
itu, sungguh ia tidak akan sudi seorang manusia terbunuh karenanya.
Meski pada akhirnya,
pernah Abdullah bin Umar berkata, ia tak pernah menyesali suatu hal pun, melainkan
karena ia tidak mendampingi Ali dan tidak mampu menghentikan peperangan
terhadap golongan pendurhaka.
Semua bentuk
penolakanya, bagi Ibnu Umar karena ia hanya ingin bersikap netral dengan tidak
lebih memihak pada suatu kaum dan mengabaikan yang lain. Ia hanya sangat sedih apabila
melihat perpecahan antar umat muslim. Bukan pula kelemahanya, namun ia tak
ingin adanya pertumpahan darah kaum muslim , bahkan karenanya.
Namun lain hal dengan pemikiran sebagian orang. Selain mendata sifat-sifat Ibnu Umar, sosiolog Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah mengkritisi, menurutnya Abdullah Bin Umar melarikan diri dari urusan kenegaraan, karena sifatnya memang senang menghindar dari ikut campur dalam urusan apapun. Baik yang boleh maupun yang terlarang. Wallahua’lam.
Sumber Majalah Al Falah Edisi Agustus 2014
Istiqamah Berbagi Kebaikan
HUKUM BAYAR ZAKAT ONLINE DALAM ISLAM | YDSF
Keutamaan Membaca Ayat Kursi Dan Anjuran Sedekah | YDSF
ZAKAT PENGHASILAN SUAMI-ISTRI BEKERJA | YDSF
Nikmatnya Membaca Al Kahfi | YDSF
DOA AGAR DIBERIKAN HIKMAH & MASUK GOLONGAN SHALIH | YDSF
Saat Amal Baik Batal Dilakukan | YDSF