4 Hal Pemicu Kerasnya Hati | YDSF

4 Hal Pemicu Kerasnya Hati | YDSF

27 Mei 2020

Sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika dia baik, maka baiklah semua seluruh tubuh manusia. Jika dia rusak, maka rusaklah semua seluruh tubuh manusia itu. Itulah hati.

Demikian isyarat dari Nabi Muhammad saw. tentang hakikat manusia. Kebaikan manusia ditentukan oleh seberapa pandai manusia mempergunakan hati nuraninya. Demikian pula menakar buruknya perilaku anak Adam. Sejatinya setiap insan diberi hati nurani untuk menimbang keburukan.

Namun ada kalanya manusia mengabaikan suara hati nuraninya. Manusia lebih sering mencari pembenaran atas perbuatannya. Pembenaran itu hasil dari pemikirannya atau hasil kerja akalnya. Akal selalu mencari cara yang logis dan masuk akal meskipun bertentangan dengan hati nurani.

Kita ambil ilustrasi. Ada sebuah keluarga terdiri ayah, ibu, dan seorang anak. Mereka bertiga sedang berada di pasar tradisional untuk membeli salak. Sang ayah mencicipi sebuah salak dan mengatakan rasanya manis. Sang ibu tidak percaya begitu saja. Sang ibu berkata, “Itu kan Ayah yang merasakan. Belum tentu manis menurut ibu.” Begitulah logika akal. Sang ibu kemudian juga mencicipi. Sang anak bisa juga punya logika yang sama.

Jika satu kilogram salak berisi lima buah, maka tiga salak bisa mencapai setengah kilogram lebih. Jika satu kilogram salak senilai Rp 5.000, maka tiga salak bisa mencapai Rp 2.500. Lalu keluarga itu membeli satu kilogram.

Di perjalanan pulang, sang ayah berkata, “Bu, tadi kita kan mencicipi tiga buah salak. Harusnya kita bayar.” Sang istri menyahut, “Namanya jual buah, sudah biasa dicicipi pembeli.” Demikian logika sang ibu. Inilah hasil kerja akal. Lalu sang ayah menukas, “Tapi saya kok merasa tidak enak ya?” Perasaan tidak enak inilah hasil kerja hati. Ia memberi sinyal bahwa sesuatu itu pantas atau tidak, baik atau tidak.

Jika hati lunak atau lembut, maka ia akan mudah tersentuh terhadap nasihat atau peristiwa. Namun jika kita abaikan suara hati nurani ini, makin hari makin lemah suara itu. Hati pun menjadi keras. Seperti kerasnya hati Bani Israil dalam peristiwa penyembelihan sapi betina (lihat Al Baqarah 67-74). Hati yang keras tidak peka terhadap hikmah atau nasihat.

Pemicu hati menjadi keras:

1. Berlebihan dalam bercanda dan tertawa

Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah engkau memperbanyak tawa, karena sesungguhnya banyak tawa akan mematikan hati.” (HR. Tirmidzi).

 

2. Meremehkan dosa

”Ketika seorang hamba melakukan dosa, akan dititikkan dalam hatinya satu titik hitam. Ketika dia meninggalkannya, memohon ampun, dan bertobat, hatinya akan dibersihkan. Jika dia kembali melakukan dosa itu, akan ditambahkan titik hitamnya, sehingga menutupi permukaan hati. Itulah Ar Ran yang telah Allah sebutkan dalam firman-Nya (surat Al Muthaffifin 14), ‘Itu disebabkan karena Ar Ran yang menutupi hati mereka disebabkan dosa yang telah mereka perbuat.” (HR. Tirmudzi 3334 dan dihasankan al-Albani).

3. Salah bergaul

Mengapa pergaulan itu harus selektif? Karena ada kawan yang membuat kita jadi ingat kepada Allah. Namun ada juga yang sebaliknya. “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr 1-3).

 

4. Cinta dunia

Berikut ini sekilas tentang ciri pecinta dunia yang semoga kita terjauh darinya:

a. Selalu bermalas-malasan dan lalai dalam beribadah

Jika masih sempat shalat di ujung waktu, mengapa harus repot-repot shalat di awal waktu? Para pecinta dunia tak akan merasa rugi jika melalaikan ibadahnya, justru mereka merasa rugi jika ibadah menghambat karir dan kenikmatan dunia yang mereka rasakan.

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Siapa saja yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al Munafiqun 9).

b. Menunda-nunda tobat

Ciri pecinta dunia selanjutnya adalah ketika melakukan dosa, dan ia menyadari bahwa itu adalah dosa, akan tetapi hatinya tak pernah tergerak untuk merasa menyesal, serta tak ada terlintas untuk menghentikan perbuatan dosanya. Para pecinta dunia biasa beranggapan bahwa hidupnya masih lama, bahwa kiamat itu tidak nyata, dan hidup setelah mati hanyalah keyakinan konyol semata.

c. Tujuan hidup adalah kesenangan dunia

Visi hidup para pecinta dunia adalah kesenangan dunia, baik berupa harta, jabatan, wanita, maupun popularitas. Inilah yang mereka kejar, tak peduli jika harus melakukan hal-hal yang melanggar ajaran agama, atau melanggar norma kemanusiaan sekalipun.

d. Berani mengorbankan agama dan keimanan demi kenikmatan dunia.

“Siapa saja yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud 15-16).***

 

Sumber Majalah Al Falah Edisi Februari 2019

 

Featured Image by Freepik.

 

 

Baca juga:

Qada’ Puasa Ramadhan vs. Puasa Syawal

Keutamaan Puasa Syawal

MERAIH KEBERHASILAN PUASA | YDSF

Mengeluarkan Sedekah Dari Bunga Bank | YDSF

HUKUM BAYAR ZAKAT ONLINE DALAM ISLAM | YDSF

 

Tags:

Share:


Baca Juga

Berbagi Infaq & Sedekah lebih mudah dengan SCAN QRIS Menggunakan Aplikasi berikut: